Sajak Bintang Merah (Untuk Diriku, Temanku, Kampusku & Bangsaku)
oleh: Agung T. Prawoto

Menerawang Lingkungan yang tak lagi sehat
Mengarungi samodra segitiga bermuda
Melirik bangunan dengan penuh rasa heran dan janggal
Menghisap asap pembangunan sampai bengong' "nrimo"
Dahulu ku melihat pepohonan rindang berbuah lebat
Pohon rambutan sebelah masjid masih jadi rebutan buahnya kala itu
Pohon jambu air disebelah kiri masjid masih kokoh berdiri
Kini...
Pohon Rambutan tergusur kanopi yang jaraknya beberapa meter dari bangkainya...
Pohon Jambu air yang sekarang digantikan oleh bungkus perangkat rumah ibadah...
Sebrangnya percis mesin raksasa bekerja tak hentinya...
Orang lalu lalang tanpa wacana...
Masa pembangunan yang mana yang tidak merugikan?
Mansour Fakih "Runtuhnya teori Pembangunan"
Hanya menjadi catatan usang yang berdebu...
nampaknya bangunan perpustakaan mulai hilang peranan
Manusia yang jauh dari buku
Akal yang jauh dari derita lingkungan
Kekuasaan yang jauh dari efek derita
Ruang kelas yang tidak lagi menggairahkan...
Tulisan mulai kering dari tembok-tembok kaku
Hijau tumbuhan kini tergantikan gedung kokoh nan angkuh
dimana kadang orang-orang dengan berbagai ekspresi berkumpul dalam antrian kepentingan...
kadang terlihat lalu lalang orang-orang penting dengan berbagai kepentingan juga'
belantara duka seantero jagat bergema
tak kunjung meredakan kesibukan kota
masa pembangunan sedang berlangsung
materialisme membawa gerbong kebisuan
melintas negeri-kota-kampus penuh hingar dengan barang-barang barunya...
realitas meretas kungkung kepala buntung
berpikir tapi berbohong - Jujur namun takut
keras namun lambat - lembut dan hanyut
tangga-tangga berkerangkeng berisi manusia dengan "uniform"nya
kian memperjelas pertentangan kelas...
kemudian harapan-harapan idealitas mulai kandas...
keramas mereka dengan debu penistaan
kepingan ide-ide liar bermunculan seiring kerasnya penistaan
berpikir pun sulit, menyuarakan dalam tenggerokan ang tercekik
rindu mendalam akan hal-hal yang terang, lugas & berwibawa
teriakan dalam ruang hampa
terngiang dalam benak ini pernyataan Buya Syafii Ma'arif: "Negara tidak memberikan apa-apa pada rakyatnya"
dimana tukang becak tidak akan makan jika ia tidak mengayuh pedalnya...
nelayan tidak akan makan jika iya tidak menantang Samodra
petani yang hidup kian sulit karena kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada nasibnya...
sekarang bukalah mata kita dan lihat disekitar lingkungan kita dengan seksama
karena nabi Muhammad tidak hanya membaca teks namun konteks...
apa-apa yang terkait dengan kepentingan ummat sejauh mana ia memenuhinya...
bandingkan dengan pemenuhan kebutuhan golongannya...
kemandirian adalah tuntutan mutlak bagi kokohnya objektivitas
bintangku kini tak lagi indah ia me'merah sebab marah
matahariku tak lagi memberikan kehangatan pada bumi melainkan ultraviolet yang penuh dampak
bumiku kian merana karena terus diperkosa bergiliran oleh manusia yang tidak manusiawi
dimana tempat bersandar untuk sekadar menahan rasa gugup dari uang bayaran yang dirasa tidak sanggup dibayar?
dimana tempat teduh untuk menghidari panasnya matahari yang sesungguhnya sumber kehidupan
dimana gerbong-gerbong kesejahteraan disandera sehingga ia tidak kunjung tiba?
dimana pendidikan yang manusiawi dikebumikan jika ia telah mati?
mari berhimpun, bersatu padu...
menderukan langkah, jangan goyah...
kala suba akan segera tiba jika kita memintanya untuk segera tiba...
tapi ia akan sampai tujuannya pula walau kita tak meminta, karena sejatinya ia berjalan menuju kearah kita...
"Hasta Siempre" Salam Hangatku untukmu...
Bilahi fii sabilillhaq fastabiqul khaerat...
Semoga Sehat & Sukses Selalu
"Semoga Bermanfaat..."